Sejak tahun 1962, usaha untuk merintis pendirian gedung museum telah
dilakukan oleh pemrakarsanya, yaitu Mayjen TNI Pur. Soerachman mantan
Museum Brawijaya (Gambar: Google)
Panglima Kodam VIII/Brawijaya ke-6. Adapun maksud pendirian gedung
museum ini adalah untuk membuktikan kepada masyarakat mengenai sejarah
perjuangan bangsa Indonesia, khususnya rakyat Jawa Timur dalam melawan
penjajahan sejak tahun 1945 yang secara terus-menerus tidak pernah absen
di dalam membuktikan darma baktinya terhadap Ibu Pertiwi.
Rencana pembangunan gedung museum ini ternyata telah menarik seorang
pemilik hotel di Tretes, Pandaan, bernama Saudara Martha, yang
menyatakan kesanggupannya untuk menanggung biaya pembangunan gedung
museum tersebut. Hal ini dilakukan sebagai sumbangan darinya untuk Kodam
VIII/Brawijaya. Selanjutnya untuk keperluan pembangunan gedung museum
tersebut, pemerintah daerah Kotamadya Malang telah menyediakan pula
lokasi lahan yang terletak di Taman Indrokilo, Jalan Besar Ijen Malang,
seluas lebih kurang 6.825 M².
Pelaksanaan pembangunan gedung museum yang arsitekturnya diserahkan
sepenuhnya kepada Zeni Bangunan (Kodam VIII/Brawijaya), yaitu Kapten CZI
Ir. Soemadi, akhirnya dapat dilaksanakan pada tahun 1967-1968. Sebelum
gedung museum diresmikan, terlebih dahulu dilakukan pemberian nama yang
didasarkan pada Keputusan Panglima Kodam VIII/Brawijaya No. Kep.
75/III/1968 tanggal 16 April 1968 yaitu Museum Brawijaya dengan semboyan
“Citra Uthapana Cakra” yang mengandung arti sebagai cahaya yang
membangkitkan kekuatan.
Pada tanggal 4 Mei 1968 Gedung Museum Brawijaya akhirnya diresmikan
dalam suatu upacara resmi. Dalam upacara tersebut Kolonel Purn. Dr.
Soewondho (mantan Panglima Kodam VIII/Brawijaya ke-7) telah ditunjuk
oleh Panglima Kodam VIII/Brawijaya untuk mewakili pinisepuh Keluarga
Besar Brawijaya sebagai inspektur upacara. Acara peresmian gedung museum
tersebut telah dihadiri pula oleh Panglima Kodam VIII/Brawijaya, Mayjen
TNI M. Jasin, beserta pejabat-pejabat teras di lingkungan Kodam
VIII/Brawijaya dan Keluarga Besar Brawijaya.
Di situ tersimpan alat-alat senjata serta perlengkapan yang digunakan
atau juga rampasan pada kegiatan militer dalam periode tahun 1945-1949,
Trikora, Operasi Trisula, dan Timor Timur. Selain itu disimpan juga
alat-alat dan perlengkapan yang pernah digunakan oleh Jendral Besar
Soedirman (sewaktu bergerilya di Jawa Timur), dan tokoh-tokoh militer
lainnya, serta mobil sedan Kolonel Soengkono.
Di luar pagar museum terdapat dua meriam penangkis udara yang
masing-masing diangkat suatu bangunan berbentuk tangan kokoh, kedua
meriam itu mengapit sebuah tank, di belakang tank terdapat sebuah meriam
besar artileri medan. Semua peralatan perang tadi merupakan hasil
rampasan waktu perang kemerdekaan. Sedangkan di dalam pagar depan museum
terdapat patung dada Panglima Besar Soedirman, dan suatu jenis tank
amphibi (AM-Track) yang digunakan Belanda dalam pertempuran melawan
pasukan TRIP di Jalan Salak pada 31 Juli 1947. Pada halaman tengah dalam
museum terdapat satu dari tiga gerbong kereta api maut tahun 1947,
sebuah jukung (sampan) Sigigir untuk penyeberangan Letkol Chandra Hassan
dari Madura ke Probolinggo.
Alamat : Jl. Ijen 25A Malang
Telepon : +62 341 562-394
Fax : +62 341 362-189
Jam buka: Senin-Minggu: 08:00-14:00 WIBB. [ant]
Sumber artikel :
Pesan moral artikel :
Kontributor Artikel & lamp; Foto :
Herman Hidayat
Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini.
Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.
click for tour in Malang Regency
Check