Oleh: Raras Sani
Sebagai individu yang berumat Hindu, saya akan memposting cerita yang
berkaitan dengan agama Hindu. Kebetulan ayah saya mempunyai buku yang
berjudul Suara Hindu dari Internet AGAMA HINDU DARI, UNTUK DAN OLEH
ORANG MUDA.
Waktu ingin baca-baca buku, tidak sengaja saya melihat buku tersebut
dan tertarik untuk membacanya. Kebanyakan isinya memang berbagai
opini-opini dari masyarakat Hindu. Tapi mereka juga menceritakan
beberapa cerita atau kisah nyata yang pernah dialami oleh salah
seseorang tetangganya.
Sekarang saya ingin memposting kisah nyata tersebut yang diceritakan oleh Ngakan Made Putu Putra.
KISAH SEDIH ROH PAK MADE
Pada saat ini di beberapa daerah di Bali sedang dilakukan upacara
Ngaben (upacara pembakaran mayat yang biasa dilakukan oleh umat Hindu).
Ada sebuah kisah seorang yang kini ikut di abenkan. Kisah ini saya
dengar dari saudara istri saya di Klungkung.
Kisah ini dimulai pada akhir tahun 1960-an. Satu keluarga di
Klungkung yang cukup berada, mengirimkan anak-anaknya untuk bersekolah
di Yogyakarta. Anaknya yang nomor dua, sebut saja namanya Made, sebelum
tamat kuliah menikah dengan seorang gadis setempat, secara pernikahan
agama lain. Perkawinan ini tidak dapat diterima oleh orang tuanya. Made
dianggap anak hilang. Sejak ini hubungan orang tua dan anak putus. Made
tidak pernah pulang ke Klungkung. Bahkan ketika kakaknya yang tertua
menikah dan ayahnya meninggal dia tidak datang. Ibunya demikian juga.
Sekalipun sering ke Yogya menengok anak-anaknya yang lain, ia tidak
pernah menemui keluarga Made.
Sejak menikah Made tidak meneruskan kuliahnya. Karena tidak lagi
dibiyayai oleh orang tuanya, ia membiayai hidupnya dengan berjualan
beras. Karena dia ulet, usahanya jadi berkembang. Hidupnya cukup makmur.
Keluarga Made memiliki 3 orang anak laki-laki. Dua anaknya ikut Made
masuk agamanya yang sekarang. Seorang anaknya entah kenapa menolak masuk
agama orang tuanya. Ketika SD, anak ini pergi ke Bali, dan tidak mau
balik ke Yogya.ia tinggal bersama neneknya di Klungkung.
Lima tahun yang lalu Made meninggal, Istrinya menyusul 2 tahun
kemudian. Untung anak-anak mereka, termasuk yang di Bali sudah selesai
kuliah dan sudah ada yang bekerja.
Sekarang cerita kembali ke Bali. Sejak meninggal 5 tahun lalu, Made
sering mendatangi ibunya di Bali, baik dalam mimpi maupun dalam keadaan
terjaga. Ibu ini sekarang sudah berusia sekitar 70 tahun. Matanya sudah
rabun berat. Tapi dalam jaga ia sering melihat anaknya made datang ke
rumahnya, kadang-kadang duduk di tangga rumah, kadang-kadang menemuinya
di dapur. Ingat ibu ini sudah rabun berat. Ia tidak bisa melihat
siapapun. Tapi ia melihat sosok made yang sudah meninggal dengan jelas.
Mungkin yang melihat adalah mata bathin-nya? Ia juga mendengar suaranya
dengan jelas. Made sering mendatanginya dan menangis sedih sekali.
“kenapa kamu Made,” tanya ibu ini satu kali.
Tyang ngidih pelih Me. Tulung kedetin tiang” (saya minta maaf Ma.
Tolong tarik saya. Secara harfiah arti ‘kedetin’ ditarik dari tempat
yang rendah ke tempat yang lebih tinggi, dari tempat yang gelap ke
tempat yang terang, dari penderitaan kepada kebahagiaan , dari kematian
kepada kehidupan. Arti simboliknya di Abenkan ( NGABEN).
“Tapi kulit Made kan sudah lain”. ( maksudnya agamanya kan sudah beda ).
“Ya, Saya salah jalan. Sekarang saya berada di lorong yang gelap.
Saya tidak bertemu siapa-siapa. Saya dengar istri saya sudah meninggal.
Tapi saya tidak bertemu dengan dia. Saya kesepian sekali di sini, Me.
Tolong kedetin tiang”.
Walaupun hatinya iba, ibu tua ini tidak berani mengabenkannya, karena
Made sudah masuk agama lain dan di upacarai menurut keyakinan agama
tersebut. Betapapun anaknya yang hilang kini telah kembali walaupun
dalam bentuk roh. Tapi begitu nyata. Begitulah tampaknya hubungan ibu
dengan anak.
Entah karena kehendak siapa, kira-kira dua bulan lalu ibu tua ini
kedatangan 2 orang tamu. Kedua orang muda itu mengaku datang dari Yogya.
Mereka adalah anaknya Made. Jadi secara biologis mereka adalah cucunya,
entah secara batin yang tak pernah di lihatnya secara kecil. Kini
mereka datang. Dan ia tak dapat mengenali mereka karena ia rabun berat.
Tapi ia dapat mendengar suara mereka dengan jelas.
Setelah masing-masing memperkenalkan namanya, salah seorang dari
mereka berkata: “sebelum ibu kami meninggal tiga tahun yang lalu, ia
memberi tahu kami bahwa ayah sebelum meninggal liam tahun lalu, berpesan
kepada Ibu agar ia di upacarai secara Hindu. Tapi ibu tidak pernah
menyampaikan pesan itu kepada siapapun sampai sebelum ibu meninggal tiga
tahun yang lalu.
Selama dua tahun pesan Made di pendam oleh istrinya. Selama tiga
tahun lagi di pendam oleh anak-anaknya. Tiba-tiba dua bulan lalu mereka
berniat untuk menyampaikan pesan itu kepada neneknya di Klungkung, Bali.
Apakah Pak Made yang memberitahu anak-anaknya, melalui mimpi atau dalam
jaga, seperti ia membritahu ibunya? Anak-anaknya tidak menyebut-nyebut
soal ini.
Setelah mendengar wasiat Made yang tertunda selama lima tahun,
keluarga di bali langsung ke Yogya untuk membongkar kuburan Made,
mengambil tulangnya untuk di aben di Bali. Tapi oleh petugas pemakaman
permintaan pembongkaran itu di tolak. Karena dulu Made dikubur secara
agama LAIN BUKAN Hindu. Keluarga ini pulang ke Bali. Pengabenan Made
tetap dilangsungkan. Ia dibuatkan pengadeg-adeg (semacam simbol dari
Made) dari kayu cendana.
Mudah-mudahan setelah pengabenan Made bahagia dan tentram di dunia sana.
Demikianlah kisah nyata yang diceritakan oleh Bapak NGAKAN MADE PUTU
PUTRA INI. Menurut tanggapan saya, ceritanya ini sangat menarik. Jadi
pesannya: apapun agama, bagaimana pun susah dan ketatnya agama tersebut,
seberapa besarpun kecintaan kalian terhadap seseorang, sebaiknya jangan
coba-coba untuk berpindah keyakinan karena mungkin saja agama tersebut
belum tentu cocok untuk kalian. Karena Tuhan telah menentukan takdir
kalian dimana sejak lahir, maupun masih dalam kandungan Ibu.
Tapi sebenarnya juga Tuhan itu hanya ada satu. Menurut pandangan
saya, agama adalah suatu organisasi atau kelompok yang menyembah tuhan
dengan nama dalam bentuk yang mungkin berbeda-beda. Tapi yang mereka
semua sembah itu adalah sama, yaitu Tuhan.
Sumber artikel : http://www.mediahindu.com/kisahku/kisah-nyata-kisah-sedih-roh-pak-made.html
Pesan moral artikel :
Kontributor Artikel & lamp; Foto :
Herman Hidayat
Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini.
Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.
click for tour in Malang Regency
Check