Bagi Anda yang orang Jawa, mungkin sudah tahu peribahasa tersebut. Lengkapnya adalah Sugih Tanpo Bondho, Digdoyo Tanpo Adji, Nglurug Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake. Terjemahannya: “Kaya Tanpa Harta, Sakti Tanpa Ajian, Menyerbu Tanpa Pasukan, Menang Tanpa Merendahkan.” Mungkin masih ada yang ingat, Soeharto almarhum beberapa kali menyebut peribahasa ini dalam konteksnya memperlakukan Soekarno. Biasanya disusul dengan peribahasa lain Mikul Duwur, Mendem Jero. Artinya “Mengangkat jasa seseorang Tinggi-tinggi seraya membenamkan kesalahannya dalam-dalam.” Keempat peribahasa pertama ini terdapat dalam Serat Wedhatama karya Sultan Mangkunegoro IV.
Ungkapan tadi merupakan falsafah hidup orang Jawa. Dalam kajian filsafat, meski termasuk minor dan belum diakui, filsafat Jawa termasuk kategori filsafat Timur. Di dalamnya ada Cina, Jepang, dan India. Salah satu perbedaan mendasar filsafat Barat dan Timur adalah filsafat Timur dijadikan pula sebagai pegangan hidup atau way of life bagi masyarakatnya. Artinya, ia dijadikan semacam agama pula bagi mereka yang meyakini.
Dalam hal ini, seringkali kita dalam kehidupan yang keras ini begitu ingin mengalahkan lawan. Dengan kekerasan kalau perlu. Baru-baru ini saya pun harus menghadapi sejumlah tantangan. Namun ternyata, cuma dengan bersabar dan membiarkan waktu berlalu, saya telah menang tanpo ngasorake karena telah juga berhasil nglurug tanpo bolo. Tentu saja, itu bukan berarti pasif dan diam. Saya dan tim menyiapkan jurus rahasia ala Khoo Ping Hoo. Beberapa sudah dilepaskan, tapi masih banyak yang belum. Dan ternyata ada lawan saya yang sudah kelenger walau saya belum bergerak, baru pasang kuda-kuda.
Ini jadi pelajaran bagi saya -dan semoga juga bisa untuk LifeLearner-, bahwa terkadang diam akan membawa pada kemenangan. Bersiasat dalam keheningan akan mampu membawa kejayaan. Seperti juga diajarkan Sun-Tzu, kita harus menyerang dalam kegelapan dan keheningan agar membawa kemenangan. Unsur pendadakan sangat penting. Seperti dipraktekkan Nazi Jerman dengan Blitzkrieg-nya atau malah musuhnya Sekutu yang melakukan Normandy Invasion. Hidup adalah perang, dan kita harus menang! Ci Vis Pacem Para Bellum!
Dan ada contoh lain Kalo boleh direwind, dahulu kala di jazirah arab, ada sesosok manusia buta huruf tapi sangat2 cerdas dan amanah yang bisa dijadikan contoh nyata bagaimana "nglurug tanpo bolo, menang tanpo ngasorake" dilaksanakan. Iya, benar... peristiwa "fathul makkah"! Dimana kabah bisa diambil alih oleh kaum muslimin tanpa harus berdarah-darah, dengan cara sangat mulia dan elegan, bahkan pimpinan jahiliyah pun bisa begitu terpesona dan akhirnya merendahkan diri dan hati untuk bergabung bersamanya.
Semuanya terasa begitu bangga jika mampu mengolok2 rival...
begitu bahagia jika aib kompetitor tersebar luas menjadi bahan obrolan di setiap sudut jalan..
Mungkin falsafah "sudah jatuh tertimpa tangga" adalah yang paling laris manis menggambarkan pihak yang kalah bersaing dalam kehidupan sekarang ini...
Cara-cara culas nan picik senantiasa berkeliaran demi sebuah "kemenangan semu"...jabatan...kekayan....bahkan wanita???
Bagaimana di perusahaan, di hierarki birokrasi pemerintahan terjadi siasat injak bawah, sikut samping, dan sembah atasan adalah hal yang "dianggap" lazim biasa dan dibenarkan?
begitu bahagia jika aib kompetitor tersebar luas menjadi bahan obrolan di setiap sudut jalan..
Mungkin falsafah "sudah jatuh tertimpa tangga" adalah yang paling laris manis menggambarkan pihak yang kalah bersaing dalam kehidupan sekarang ini...
Cara-cara culas nan picik senantiasa berkeliaran demi sebuah "kemenangan semu"...jabatan...kekayan....bahkan wanita???
Bagaimana di perusahaan, di hierarki birokrasi pemerintahan terjadi siasat injak bawah, sikut samping, dan sembah atasan adalah hal yang "dianggap" lazim biasa dan dibenarkan?
Sumber artikel :
Pesan moral artikel :
Kontributor Artikel & lamp; Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.
www.MestiMoco.com
Check
Tidak ada komentar:
Posting Komentar