Jakarta - Rapat kabinet tentang RUUK DIY memutuskan jabatan gubernur dan wakil Yogyakarta akan dipilih melalui Pemilukada. Sedangkan posisi Sultan dan Paku Alam berada di atas Gubernur. Hal ini dinilai akan membuat rakyat Yogya bingung karena akan ada 2 imam.
"Rakyat tidak bisa menerima. Apabila gubernur orang lain. Berarti akan ada dua suryo kembar. Itu merancukan masyarakat Yogya siapa yang jadi imam kita," ujar Koordinator Komite Independen Pengawal Referendum (Kiper), Inung Nurzani, saat berbincang dengan detikcom, Kamis (2/12/2010).
Inung memprediksi akan ada masalah lain jika terjadi perbedaan pandangan antara Sultan dan Paku Alam dengan gubernur dan wakil gubernur. Inung menyarankan agar posisi pemerintahan di Yogya dikembalikan ke sediakala di mana Sultan dan Paku Alam menjadi gubernur dan wakil gubernur.
"Lebih baik seperti kemarin saja, rakyat Yogya sudah hidup damai, aman bahkan sejahtera. Sejak merdeka Yogya hingga sekarang sudah lebih di atas dari provinsi lain. Contohnya Yogya dapat nilai tertinggi daripada provinsi lain tentang antikorupsi," jelas Inung.
Inung menambahkan, dengan dilakukannya Pemilukada gubernur dan wakil gubernur berarti telah mengubah sejarah. Inung menganggap posisi Sultan dan Paku Alam hanya sebatas penasihat tidak bisa mengambil keputusan.
"Walau dalam kalimat tersebut dikatakan di atas gubernur tapi dalam hal jabatan itu seperti penasihat dan pelindung. Jadi nggak bisa apa-apa, hanya kasih saran, kasih petunjuk, tidak bisa memutuskan," tutup Inung.
Rapat kabinet tentang RUU Keistimewaan DIY sore ini memutuskan, posisi untuk Sultan dan Paku Alam berada di tempat tertinggi atau menurut istilah yang muncul belakangan ini disebut Parardhya. Sementara bagi pasangan penyelenggara pemerintahan akan dipilih rakyat Yogyakarta secara demokratis.
Draf RUUK DIY yang dipegang Kemendagri pada pasal 11 menjelaskan:
Parardhya Keistimewaan Yogyakarta adalah lembaga yang terdiri dari Sri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam sebagai satu kesatuan yang mempunyai fungsi sebagai simbol, pelindung dan penjaga budaya, serta pengayom dan pemersatu masyarakat DIY.
Sedangkan pasal 21 ayat 3 berbunyi:
Pemilihan gubernur dan wakil gubernur dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan.
Pasal 22 ayat 2:
Parardhya dapat mengusulkan pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur.
Pasal 23 poin c:
Melakukan konsultasi dengan Parardhya untuk urusan-urusan sebagaimana dimaksud pasal 5 ayat (2).
(ddt/nrl)
"Rakyat tidak bisa menerima. Apabila gubernur orang lain. Berarti akan ada dua suryo kembar. Itu merancukan masyarakat Yogya siapa yang jadi imam kita," ujar Koordinator Komite Independen Pengawal Referendum (Kiper), Inung Nurzani, saat berbincang dengan detikcom, Kamis (2/12/2010).
Inung memprediksi akan ada masalah lain jika terjadi perbedaan pandangan antara Sultan dan Paku Alam dengan gubernur dan wakil gubernur. Inung menyarankan agar posisi pemerintahan di Yogya dikembalikan ke sediakala di mana Sultan dan Paku Alam menjadi gubernur dan wakil gubernur.
"Lebih baik seperti kemarin saja, rakyat Yogya sudah hidup damai, aman bahkan sejahtera. Sejak merdeka Yogya hingga sekarang sudah lebih di atas dari provinsi lain. Contohnya Yogya dapat nilai tertinggi daripada provinsi lain tentang antikorupsi," jelas Inung.
Inung menambahkan, dengan dilakukannya Pemilukada gubernur dan wakil gubernur berarti telah mengubah sejarah. Inung menganggap posisi Sultan dan Paku Alam hanya sebatas penasihat tidak bisa mengambil keputusan.
"Walau dalam kalimat tersebut dikatakan di atas gubernur tapi dalam hal jabatan itu seperti penasihat dan pelindung. Jadi nggak bisa apa-apa, hanya kasih saran, kasih petunjuk, tidak bisa memutuskan," tutup Inung.
Rapat kabinet tentang RUU Keistimewaan DIY sore ini memutuskan, posisi untuk Sultan dan Paku Alam berada di tempat tertinggi atau menurut istilah yang muncul belakangan ini disebut Parardhya. Sementara bagi pasangan penyelenggara pemerintahan akan dipilih rakyat Yogyakarta secara demokratis.
Draf RUUK DIY yang dipegang Kemendagri pada pasal 11 menjelaskan:
Parardhya Keistimewaan Yogyakarta adalah lembaga yang terdiri dari Sri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam sebagai satu kesatuan yang mempunyai fungsi sebagai simbol, pelindung dan penjaga budaya, serta pengayom dan pemersatu masyarakat DIY.
Sedangkan pasal 21 ayat 3 berbunyi:
Pemilihan gubernur dan wakil gubernur dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan.
Pasal 22 ayat 2:
Parardhya dapat mengusulkan pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur.
Pasal 23 poin c:
Melakukan konsultasi dengan Parardhya untuk urusan-urusan sebagaimana dimaksud pasal 5 ayat (2).
(ddt/nrl)
Sumber artikel : kiper bingung
Link terkait : Bencana Merapi
hanya-bendera-merah-putih
Pesan moral artikel :Pembonsaian budaya atas nama demokrasi akan menimbulkan ketidak stabilan masyarakat
Kontributor Artikel & lamp; Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.
www.MestiMoco.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar