JAKARTA -- Jumlah uang yang beredar selama pelaksanaan pemilukada 2010 yang digelar di 244 daerah mencapai lebih dari Rp14 triliun. Rinciannya, dari uang yang dikeluarkan kandidat mencapai Rp10,9 triliun lebih, dan dari APBD mencapai Rp. 3.500.599.175.236.
Khusus dari kandidat, hitung-hitungannya, jika sepasang kandidat minimal Rp15 miliar mengeluarkan dana , dengan asumsi ada tiga pasang calon, maka dikalikan 244 hasilnya Rp.10.980.000.000.000.
Perhitungan tersebut disampaikan para aktifis Indonesia Corruptions Watch (ICW) dalam keterangan persnya di Jakarta, kemarin (25/11). "Temuan di lapangan besaran biaya tersebut belum digunakan oleh penyelenggara secara efektif dan efisien. Bahkan cenderung ada upaya penghamburan anggaran oleh penyelenggara. Sedangkan dari kandidat biaya yang dikeluarkan juga sangat fenomenal, untuk satu calon kandidat saja minimal Rp 15 miliar," terang Koordinator ICW Danang Widyoko. Hadir juga peneliti dari Divisi Korupsi Politik ICW, Abdullah Dahlan.
Yang disoroti ICW, tidak ada catatan resmi besarnya perputaran anggaran politik kandidat itu, sehingga yang tidak bisa diawasi penggunaaanya. Hal itu pula yang memicu maraknya politik uang di pemilukada.
Abdullah Dahlan menambahkan, selain banyaknya politik uang dan penggunaan uang yang tak transparan, pemilukada 2010 juga sarat dengan mobilisasi PNS. Selain itu, terpilihnya sejumlah tersangka korupsi menjadi kepala daerah menjadi indikator kegagalan transisi kepemimpinan lokal. "Fenomena keluarga koruptor yang terpilih dalam Pilkada juga memberikan catatan munculnya kolonialisme local baru. Pilkada masih memberikan ruang untuk koruptor, istri koruptor dan anak koruptor," bebernya.
ICW melakukan pemantauan pemilukada dari 1 Januari 2010 – 10 Agustus 2010. Hingga Bulan Agustus 2010 telah tercatat 174 daerah yang telah melaksanakan Pilkada. Disebutkan, tercatat ada 130 sengketa yang ditangani Mahkamah Konstitusi.
Terpisah, pengamat politik lokal Sanggam Hutapea, mengatakan, banyaknya kepala daerah dan mantan kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, bakal meningkatkan angka golongan putih (golput). Pasalnya, rakyat sudah bisa menilai bahwa pemilukada langsung bukan jadi jaminan melahirkan pemimpin yang baik.
"Rakyat jadi Golput, dan sudah tidak mau ikut lagi memproduksi para koruptor dengan memberikan hak pilihnya dalam Pemilukada, " ujar alumni program pascasarjana UGM itu. Dia mengatakan, banyaknya kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi disebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan saat pencalonan. Dia memperkirakan, setiap calon bupati/walikot harus memiliki dana minimun Rp5 miliar sampai Rp20 miliar dan untuk gubernur bisa mencapai ratusan miliar. (sam/jpnn)
Khusus dari kandidat, hitung-hitungannya, jika sepasang kandidat minimal Rp15 miliar mengeluarkan dana , dengan asumsi ada tiga pasang calon, maka dikalikan 244 hasilnya Rp.10.980.000.000.000.
Perhitungan tersebut disampaikan para aktifis Indonesia Corruptions Watch (ICW) dalam keterangan persnya di Jakarta, kemarin (25/11). "Temuan di lapangan besaran biaya tersebut belum digunakan oleh penyelenggara secara efektif dan efisien. Bahkan cenderung ada upaya penghamburan anggaran oleh penyelenggara. Sedangkan dari kandidat biaya yang dikeluarkan juga sangat fenomenal, untuk satu calon kandidat saja minimal Rp 15 miliar," terang Koordinator ICW Danang Widyoko. Hadir juga peneliti dari Divisi Korupsi Politik ICW, Abdullah Dahlan.
Yang disoroti ICW, tidak ada catatan resmi besarnya perputaran anggaran politik kandidat itu, sehingga yang tidak bisa diawasi penggunaaanya. Hal itu pula yang memicu maraknya politik uang di pemilukada.
Abdullah Dahlan menambahkan, selain banyaknya politik uang dan penggunaan uang yang tak transparan, pemilukada 2010 juga sarat dengan mobilisasi PNS. Selain itu, terpilihnya sejumlah tersangka korupsi menjadi kepala daerah menjadi indikator kegagalan transisi kepemimpinan lokal. "Fenomena keluarga koruptor yang terpilih dalam Pilkada juga memberikan catatan munculnya kolonialisme local baru. Pilkada masih memberikan ruang untuk koruptor, istri koruptor dan anak koruptor," bebernya.
ICW melakukan pemantauan pemilukada dari 1 Januari 2010 – 10 Agustus 2010. Hingga Bulan Agustus 2010 telah tercatat 174 daerah yang telah melaksanakan Pilkada. Disebutkan, tercatat ada 130 sengketa yang ditangani Mahkamah Konstitusi.
Terpisah, pengamat politik lokal Sanggam Hutapea, mengatakan, banyaknya kepala daerah dan mantan kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, bakal meningkatkan angka golongan putih (golput). Pasalnya, rakyat sudah bisa menilai bahwa pemilukada langsung bukan jadi jaminan melahirkan pemimpin yang baik.
"Rakyat jadi Golput, dan sudah tidak mau ikut lagi memproduksi para koruptor dengan memberikan hak pilihnya dalam Pemilukada, " ujar alumni program pascasarjana UGM itu. Dia mengatakan, banyaknya kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi disebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan saat pencalonan. Dia memperkirakan, setiap calon bupati/walikot harus memiliki dana minimun Rp5 miliar sampai Rp20 miliar dan untuk gubernur bisa mencapai ratusan miliar. (sam/jpnn)
Sumber artikel :jpnn.com
Pesan moral artikel :
Kontributor Artikel & lamp; Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.
www.MestiMoco.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar